Kurangnya pemahaman tentang penggunaan bahasa (unggah ungguh) dalam bahasa Jawa menjadi penyebab masalah pedagogik, literasi, dan numerasi pada peserta didik. Dari analisis guru masih banyak peserta didik yang berbicara dengan guru menggunakan bahasa Indonesia atau bahkan menggunakan basa ngoko yang digunakan untuk berbicara dengan teman sebayanya. Hal ini disebabkan, karena peserta didik dilingkungan keluarga yang tidak pernah menggunakan basa karma ketika berbicara dengan orang tuanya. Terlebih lagi lingkungan pergaulan teman bermain yang kurang baik dengan menggunakan basa ngoko kasar untuk berbicara dengan temannya.

Unggah – ungguh bahasa Jawa merupakan kaidah yang ada pada masyarakat Jawa dalam bertutur kata atau bertingkah laku dengan memperhatikan penutur dan lawan tutur serta melihat situasi dengan tujuan menjaga kesopansantunan untuk saling menghormati serta menghargai orang lain.

Undha usuk unggah ungguh basa terbagi menjadi dua, yaitu ngoko dan krama. ngoko terbagi menjadi dua yaitu ngoko lugu dan ngoko alus, sedangkan krama juga terbagi menjadi dua yaitu krama lugu dan krama alus.

Dalam pembelajaran bahasa Jawa sendiri sudah diajarkan materi unggah-ungguh, akan tetapi peserta didik kurang berminat dalam pembelajaran tersebut dikarenakan guru masih menggunakan metode pembelajaran yang monoton dengan metode ceramah dan mencatat, belum menggunakan metode pembelajaran yang variatif.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah mernerbitkan SK bernomor 423.5/04678 tentang Pedoman Kurikulum Muatan Lokal Bahasa Jawa Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Didalam SK ini bersisi tentang Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Kurkulum 2013 dan Capaian Pemberlajaran (CP) Kurikulum Merdeka. Karena pada Kurikulum Merdeka ada yang disebut dengan Istilah Capaian Pembelajaran (CP). Dalam Capaian Pembelajaran (CP) pada mata pelajaran mulok bahasa Jawa ada 4 elemen yaitu, elemen menyimak, membaca, berbicara dan menulis.

Model pembelajaran PBL (problem based learning) adalah sistem pembelajaran yang berpijak pada masalah yang dihadapi siswa pada saat proses mendapatkan ilmu pengetahuan. Ini berfungsi agar siswa bisa mandiri dalam menemukan solusi berdasarkan masalah yang ada.

Dalam prosesnya, pembelajaran PBL atau dalam bahasa Indonesia berarti pembelajaran berbasis masalah (PBM) akan memanfaatkan strategi yang lebih terstruktur untuk menemukan solusi dari masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari siswa. Dengan adanya landasan strategi ini, siswa bisa menuai hasil dari PBL sebagai pola pikir di masa depan guna menemukan solusi dari berbagai macam masalah yang akan dihadapi. Sehingga problematika dalam hidup akan berangsur-angsur teratasi.

Delisle dalam Abidin (2014, hlm. 159) menyatakan bahwa problem based learning merupakan model pembelajaran yang dikembangkan untuk membantu guru mengembangkan kemampuan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah pada siswa selama mereka mempelajari materi pembelajaran.

Pembelajaran berbicara menggunakan model pembelajaran PBL (problem based learning) dengan metode diskusi yang telah diterapkan pada peserta didik kelas X SMK PSM Randublatung tahun ajaran 2022 / 2023. Penerapan model dan metode ini mampu mengatasi masalah bisa membantu siswa dalam mengembangkan pemikiran kritis, kolaborasi, komunikasi dan keterampilan belajar mandiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *